
Gundukan limbah rumah sakit berputar lagi untuk diperjualbelikan, legal maupun ilegal. Bagaimana alur bisnisnya?
Kasus pembuangan limbah rumah sakit di sebuah desa di Cirebon jawa barat, pertengahan Desember lalu, mengejutkan otoritas kesehatan meski sebetulnya praktik pemanfaatan kembali, untuk didaur-ulang bahkan dipakai lagi, sudah jadi rahasia umum. Perdagangan sampah medis ini melibatkan orang-orang internal rumah sakit dan para pengepul dengan nilai transaksi bisa meraup belasan juta rupiah per bulan.
Menganut aturan kesehatan dan lingkungan yang dimiliki Indonesia, sampah medis yang tergolong berbahaya dan beracun harus dimusnahkan; atau sampah-sampah lain itu harus dicacah dan didisinfektan sebelum didaur-ulang. Tapi banyak sampah medis ini diangkut secara gelondongan sebagaimana terlihat dalam gambaran kasus di Cirebon jawa barat yang menunjukkan karung-karung berisi jarum suntik, ampul, botol infus, dan lain sebagainya.
Beberapa waktu lalu saya mendatangi tempat pembuangan akhir Tambun, Bekasi. Seorang pemulung, yang bekerja untuk pengepul, berkata bahwa karena tahu melanggar peraturan, semua jenis limbah medis dari rumah sakit langsung diangkut, tak peduli di dalamnya bercampur "popok bayi bekas, perban sisa luka, sampah darah, hingga potongan tubuh manusia." Proses memilah sampah-sampah ini baru dikerjakan di lapak pengepul.
“Saya yang memilah limbah, kemudian dijual. Potongan jari sih enggak pernah nemu, tapi masih ada darah atau apalah ... sudah biasa,” ujarnya.
Di tempat ini bau sampah adalah keseharian, dan bau yang kuat macam ini bergandengan dengan mata pencaharian ratusan keluarga. Mereka tinggal di rumah-rumah bedeng dari tripleks semipermanen, membentuk situs-situs perkampungan di tengah-tengah hamparan sampah.
Dalam satu kali kedatangan saya ke sana, tiga orang pemulung tengah memilah bergulung-gulung selang infus dan ampul, jarum suntik, dan jeriken-jeriken bekas cairan kimia. Limbah-limbah ini bernilai jual lebih mahal dibanding jenis limbah plastik lain, terutama plastik dari infus dan selang karena tergolong polietilena berdensitas rendah (LDPE).
Plastik jenis LDPE mudah dibentuk ketika panas, keras, kuat, tidak bereaksi terhadap zat kimia lain, dan bermutu tinggi. Sampah medis lain seperti jarum suntik, misalnya, dipakai untuk mainan anak-anak, sebagaimana kemudian saya dapati di Pasar Gembrong, surga lapak mainan di Jakarta Timur.
Seorang pengepul di sana mengatakan pencarian limbah medis dikumpulkan dari ceceran sampah di "bulog"—sebutan untuk tempat pembuangan sampah Tambun. Karena itulah ia tidak memasok dalam jumlah besar, maksimal sekitar 3-5 kilogram.
“Harga Rp6-7 ribu per kilo buat infus, Rp20.000 per kilo untuk selang, Rp2-3 ribu sekilo untuk jarum suntik,” katanya.
Selain dirinya, ada sejumlah pengepul memasok limbah medis dalam skala besar, dengan predikat sebagai "pemborong." Salah satunya yang biasa melibatkan pasokan langsung dari sebuah rumah sakit di Bekasi, yang diangkut dengan truk pikap secara sembunyi-sembunyi, di atas jam 12 malam atau mendekati subuh saat rumah sakit lengang. Tempat pemborong ini terletak 20-an meter dari gundukan sampah Setu Tambun.
Ia menyelidiki saya sebentar, dengan rasa curiga, "Butuh apa?"
Saat saya bilang saya butuh limbah medis seperti infus dan selang, ia terdiam dan menimbang-nimbang, sembari tetap mematut penuh selidik.
“Botol sajalah. Saya takut kalau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Dulu sih semua bisa dijual, obat juga kami jual. Sekarang mah kagak, ketat banget.”
“Saya enggak berani, apalagi kalau ramai bisa panjang urusan: penjara. Bisa bangkrut."
“Berani berapa?”
“Biasa Rp7.000 Rupiah. Berani lebih dikit, Rp8.000 Rupiah,” kata saya.
“Enggak bisa, enggak cocok sama harga saya. Terlalu sedikit. Sepuluh ribu, itu juga belum pasti, bisa jadi malah Rp15 ribu, barang susah sekarang." Ia lantas mengizinkan saya melihat sampel barang-barang medis tersebut.
Seorang pemborong lain berkata bahwa ia berani menawarkan dengan harga lebih murah tetapi saya harus datang sendirian dan membawa mobil. “Kami tidak bisa mengantar, takut,” dia bilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar